Judul : THE IMPACT OF ADVERTISING ON CONSUMER PRICE SENSITIVITY
IN
EXPERIENCE GOODS MARKET
Penulis :
Tülin Erdem & Michael
P. Keane & Baohong Sun
Tahun : 2007
Jurnal ini menjelaskan
penelitian yang dilakukan di Chicago dan
Atlanta dengan menggunakan 18 merk pada pasta gigi, sikat gigi, deterjen dan
saus kecap. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa iklan dapat menyebabkan
suatu produk akan semakin dikenal oleh banyak orang. Selanjutnya, semakin
banyak iklan atau aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh seorang produsen maka
secara otomatis hal tersebut akan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap
produk tersebut.
Ketika tingkat kepercayaan konsumen
meningkat maka terciptalah sebuah brand yang terkenal, sehingga masyarakat
tidak lagi memperhitungkan tingkat harga pada produk tersebut. Hal inilah yang
kemudian dimaksud dengan iklan yang dapat mengurangi sensitivitas harga
konsumen.
Pada indikator ini sensitivitas harga
ditentukan oleh seberapa banyak dan dalamnya informasi yang didapat konsumen mengenai harga dan
kualitas yang ditawarkan berbagai produk sejenis yang akan dikonsumsi oleh
konsumen. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, konsumen yang memiliki
informasi harga dan kualitas yang lebih banyak akan menurunkan tingkat sensitivitas
harga seorang konsumen, namun
sebaliknya apabila konsumen yang tidak memiliki banyak informasi mengenai harga
dan kualitas produk yang akan mereka konsumsi maka hal tersebut dapat meningkatkan sensitivitas harga seorang
konsumen.
Jika ditelaah lebih jauh, iklan dapat
mempengaruhi tingkat permintaan suatu barang. Akan tetapi, pengaruh dari iklan
tersebut sangat bergantung dari tampilan, kemenarikan, dan seberapa intens
iklan tersebut. Dalam kasus ini, peneliti meneliti barang-barang yang elastis,
sehingga iklan yang menguntungkan dan lebih berpengaruh pada elastisitas harga
adalah iklan yang tidak menurunkan elastisitas permintaan. Hal ini terjadi
karena ketika elastisitas harga suatu barang naik, maka permintaan barang
tersebut akan turun karena terdapat barang-barang alternatif atau subtitusi
lainnya. Sebagai tambahan, keadaan tersebut dapat menyebabkan produsen baru
untuk masuk ke dalam pasar.
· Judul : Estimating the Effect of Urban Density on Fuel
Demand
Penulis : Niovi Karathodorou, Daniel
J. Graham, Robert B. Noland
Penelitian ini
dilakukan dengan cross-sectional data dari 32 negara besar dari eropa, Canada,
asia, Australia dan amerika. Jurnal ini menjelaskan
tentang mengevaluasi bagaimana kepadatan jumlah penduduk di
perkotaan dapat mempengaruhi permintaan relatif untuk bahan
bakar transportasi jalan, memberikan perkiraan elastisitas yang sensitif
terhadap pola fasilitas umum. Bahan bakar konsumsi per kapita
terhadap kepadatan perkotaan diperkirakan dalam rentang
-0.33 sampai -0.35. Kepadatan penduduk kota terhadap permintaan
bahan bakar yaitu inelastic, fenomena di kota yang terjadi, karena banyaknya
fasilitas yang disediakan oleh pemerintah maka jarak yang di tempuh penduduk di
perkotaan relative singkat. Pemakaian transportasi umum dapat menghemat
pemakaian BBM sehingga dalam pemakaian BBM lebih efisiensi.
Kesimpulannya, Harga
BBM mempengaruhi permintaan bahan bakar sebagian besar melalui variasi dalam
konsumsi bahan bakar per km dan
jarak mengemudi bukan
kepemilikan mobil. Hal ini dapat mencerminkan harga bahan
bakar tidak mempengaruhi permintaan mobil.
· Judul : Price
and Income Elasticities of Residential Water Demand
Penulis : Jasper M.
Dalhuisen, Raymond J.G.M. Florax, Henri L.F. de Groo and
Peter
Nijkamp
Di tahun 2011 ada permasalahan
mengenai elastisitas permintaan terhadap air di USA dan Eropa. Karena di sana
mulai diterapkan penggunaan tarif untuk pemakaian air di setiap perumahan.
Ternyata ada kesenjangan yang cukup besar antara elastisitas harga dan
elastisitas penghasilan karena bila digambarkan elastisitasnya mendekati 0.
Nilai elastisitas yang mendekati 0 ini disebabkan oleh adanya pemakaian air
yang tidak terkontrol di masyarakat sehingga ada ketidaksesuaian antara jumlah
air yang dipasok dengan jumlah air yang dipakai. Akibatnya di USA diadakan
penelitian untuk mengurangi kesenjangan di elastisitas tersebut. Metode yang
digunakan antara lain metode increasing
block rate tarif yang hasilnya adalah kebutuhan air menjadi lebih
elastis dan elastisitas pendapatan menurun dan metode decreasing block rate tarif yang hasilnya berbanding terbalik
dengan metode increasing block rate
tarif. Namun dalam kenyataannya dari kedua metode ini kita tidak bisa
menentukan mana yang akan menghasilkan elastisitas tertinggi karena hal ini bergantung pada
kompleksitas masalah yang ada seperti kondisi geografis lingkungan, suhu,
cuaca, dsb.
· Judul :
Price Elasticity Dynamics Over The Product Life Cycle: A
Study Of
Consumer Durables ( Dinamika
Elastisitas Harga Pada Siklus Hidup
Produk: Penelitian
Mengenai Pemakaian Tahan Lama)
Penulis : Philip
M. Parker dan Ramya Neelamegham
Berdasarkan
penelitian atas pekerjaan Parker (1992) yang hanya mempertimbangkan pembelian
pertama, sedangkan Simon (1988) mempertimbangkan daya jual merk (sebagai faktor
untuk menarik minat konsumen). Berdasarkan pengalaman yang ada, menunjukkan
bahwa keseluruhan kategori harga
penjualan bersifat elastis.
Kematian pertama dalam nilai
absolut, akhirnya
nilai tersebut akan meningkat
lagi jika
produk tersebut menghadapi
penurunan fase dari siklus
hidup produk (karena barang subtitusi atau perubahan selera, dll).
Model dasar
dapat dengan mudah dimodifikasi untuk
menghitung keseluruhan penjualan (pembelian pertama ditambah pengulangan
pembelian). Jika tidak berubah, model dasar ini
bisa digunakan dalam waktu 5-10 tahun dalam pemakaian tahan lama.
Berdasarkan
pembelian pertama yang mendorong konsumen untuk melakukan pembelian kembali,
menunjukkan bahwa hasil penelitian Simon tentang pentingnya daya jual merk,
menjadi bukti empiris dari dinamika elastisitas barang tersebut. Contoh daftar
barang sebagai berikut :
Frezeers
(-22,8), Kompor
(-3,2), Kulkas
(-2,3), Setrika
uap (-2,2), Blender
(-2,2)
(Kesimpulannya
adalah rata-rata tingkat elastisitas perabot rumah tangga -2,7).
Dari
kelima barang tersebut yang memiliki elastisitas tertinggi adalah Frezeer.
Karena Frezeer tidak mempunyai barang subtitusi, sehingga mau tidak mau
konsumen menggunakan Frezeers untuk membekukan bahan makanan.
Suatu
produk pada umumnya mengalami tingkat inelastisitas tertinggi pada fase awal
siklus hidup produk. Sedangkan produk tersebut mengalami elastisitas pada saat
pembelian kembali pada fase puncak (maturity) di mana tingkat penjualan
mencapai tingkat tertinggi. Setelah tahap maturity produk akan memasuki fase
decline (penurunan). Pada fase ini, produsen perlu memperbaharui kembali
produknya agar konsumen tidak mengalami kejenuhan. Sebab persaingan semakin
ketat dan mencapai tingkat elastisitas tertinggi.
· Judul : Economic Impact of Tourism and
Globalization in Indonesia
Penulis :
Guntur
Sugiyarto, Adam Blake, M. Thea Sinclair
Dampak globalisasi menimbulkan dampak baik dan buruk.Dulu globalisasi dianggap memiliki efek buruk terhadap neraca perdagangan Indonesia. Karena dengan adanya perdagangan bebas / liberalisasi perdagangan maka, pemerintah membuat kebijakan dengan mengurangi tarif impor dan pengenaan pajak pada komoditas domestik . Dan ini berdampak pada sisi produksi, dengan penurunan harga domestic maka membuat para produsen lebih kompetitif dalam bersaing dengan pesaing yang ada di
pasar. Sebenarnya ini merangsang produsi dalam negeri dan meningkatkan lapangan pekerjaan serta meningkatkan PDB. Dengan meningkatnya produksi dalam negeri maka menaikan pendapatan rumah tangga dan menciptakan lebih banyak permintaan dalam pasar domestic .Karena permintaan dalam negeri meningkat maka meningkatkan impor, tetapi ekspor menutun.Itu dikarenakan neraca pasar domestic lebih menguntungkan bagi produsen.Olehkarenaituneracaperdaganganmemburuk.
Semakin berkurangnya pajak yang diterima oleh pemerintah juga semakin memperburuk kekurangannya.Dengan kurangnya pajak yang diterima pemerintah membuat pemerintah kurang mampu membiayai aggaran pengeluaran nyatapi memiliki sisi positif pada kesejahteraan dalam negeri dan konsumsi rumah tangga meningkat. Untuk menyeimbangkan neraca perdagangan yang buruk itu, sector pariwisata bias menjadi solusinya.Seperti yang
telah dijelaskan dijurnal bahwa kenaikan permintaan pariwisata asing akan membuat produksi yang lebih dan penyerapan tenaga kerja domestik meningkat.
Dengan adanya hubungan antara harga yang menurun,
permintaan, dan income yang berjalan semakin tinggi didalam kasus ini maka dapat disimpulkan bahwa ini bersifat elastis.Untuk mencegah terjadinya inelastis maka pemerintah seharusnya membuat kebijakan untuk menaikan harga saja dan menurunkan tarif pajak.
·
Judul :
Regional Differences
in the Price-Elasticity of Demand for Energy
Penulis : M.A Bernstein and J. Griffin
Tahun :
2006
Departement
of Energy melakukan riset terhadap beberapa sumber energy diantaranya, listrik rumahan; gas alam dan listrik industry guna mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi. Jika harga listrik naik maka ada tiga alternative solusi yang dapat dilakukan yaitu, mengganti secara total, mencari substitusinya, dan meminimalisir penggunaan listrik. Kenaikan harga tidak signifikan mempengaruhi penurunan permintaan. Kalaupun ada kenaikan harga, konsumen tidak dapat mengurangi pemakaian listrik secara drastic hanya dapat berhemat atau menambahkan alat yang
bisamengefisiensipenggunaanlistrik, seperti termostast dan dalam jangka panjang mereka akan mengkonversi listrik dengan sumber energy lainnya.Kenaikan demand dapat dipengaruhi oleh kenaikan income, income meningkat konsumen dapat saja membeli peralatan elektronik baru sehingga meningkatkan penggunaan listriknya (demand) . Elastisitas dipengaruhi dengan adanya barang substitusi dan barang komplementer. Untuk kasus ini jika harga listrik naik, yang terjadi ialah :
1. Dalam jangka pendek, elastisitasnya bersifat inelastis karena untuk sementara waktu konsumen tidak memiliki pilihan hanya dapat mencoba menghemat atau mengurangi penggunaan listrik dan belum banyak barang substitusinya sehingga konsumen tidak memiliki pilihan lain selain tetap menggunakannya.
2. Dalam jangka panjang, elastisitasnya bersifat elastic karena mungkin saja telah ditemukan inovasi – inovasi baru yang dapat menjadi subsitusi listrik.
· Judul :
EMPIRICAL GENERALIZATIONS ABOUT THE IMPACT OF ADVERTISING
ON PRICE
SENSITIVITY AND PRICE
Penulis : Anil Kaul dan Dick R. Wittink
Respon
konsumen terhadap promosi mengidentikasikan bahwa keputusan konsumen terhadap
merk dan banyaknya jumalah produk terhadap potongan harga yg ada pada produk
tersebut. Lalu dari informasi tersebut akan menjadi bahan pertimbangan bagi
produsen dalam menentukan strategi promosi dan
periklanan. Salah satu strategi yang diperlukan adalah positoning yang tepat
guna karena akan mengarahkan fungsi suatu iklan, sebab hal tersebut memiliki
dampak terhadap sensitivitas harga konsumen.
Pada
umumnya sensitivitas harga sebagian besar dirasakan pada kalangan masyarakat
menengah kebawah, konsumen menengah kebawah sangat peka akan harga dan
alternatif produk. Para konsumen ini biasanya membeli produk pada saat produk tersebut
ditawarkan dengan harga yang lebih murah. Namun lain halnya bagi masyarakat
menengah keatas yang mempunyai persepsi sendiri tentang harga, dimana mereka
menilai harga yang mahal mengidentifikasikan kualitas dari produk tersebut.
Jika
sebuah merek memiliki pencitraan yang
kuat dengan konsumen maka cenderung memiliki pangsa pasar yang lebih tinggi dan
lebih mudah untuk mencapai penetrasi pasar yang lebih besar dan akan
menghasilkan lebih efisien pengeluaran
biaya dalam mempromosikan produk tersebut. Penelitan dimasa depan harus lebih
berkonsentrasi pada aspek karakteristik iklan yang dapat mempengaruhi sifat
atau besarnya interaksi dari iklan tersebut.
Pada
tahun 1950-1970 menurut Steiner iklan sangat meningkat karena adanya peran
sponsor dalam pembiayaan, karena iklan tidak hanya digunakan untuk menjual
produk tetapi juga kepentingan-kepentingan lainnya seperti politik.
· Judul :
PLAYING WITH FIRE: CIGARETTES, TAXES AND COMPETITION FROM THE
INTERNET
Penulis : Austan Goolsbee dan Joel Slemrod
Tahun :
2004
Pada jurnal ini, dapat disimpulkan bahwa
sebelumnya para peneliti menganggap rokok itu bersifat inelastis
sehingga menaikkan pajak dan dapat menghasilkan
banyak pendapatan di Amerika Serikat.
Di sisi lain, rokok adalah salah satu penyebab utama masalah
kesehatan di negara ini.
Dengan adanya internet, konsumen
dapat membeli rokok dari negara lain atau secara online sehingga konsumen tidak
perlu membayar pajak kepada negaranya. Tingkat elastistasnya juga meningkat
dari -1,28 menjadi -2,09 walaupun pajak sudah di naikkan 33%. Pajak yang lebih
tinggi menyebabkan penyelundupan lebih besar dan jumlah penyelundupan tambahan
telah tumbuh secara signifikan dengan munculnya Internet. Karena setelah
di teliti jumlah penyelundupan yang timbul dari perubahan tarif pajak negara
hampir dua kali lipat karena munculnya internet.
Maka dapat disimpukan bahwa pajak rokok tdak
sensitif terhadap permintaan rokok di Amerika Serikat. Dengan adanya internet
juga membuat pendapatan negara menjadi kecil dan tidak mengurangi tingkat
konsumen menjaga kesehatannya.
· Judul :
The Relative
Importance of Price and Quality in Consumer Choice of
Provider: The Case of Egypt(Pentingnya Relatif Harga
& Kualitas Pilihan
Penyedia Layanan Konsumen : Kasus Mesir)
Penulis :
Winnie C.
Yip dan Aniceto
Orbeta
Tahun : 1999
Kompetisi telah
menjadi kata kunci untuk mengurangi inflasi biayad an meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan dalam dua dekade terakhir. Negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Inggris, Singapura,
Swedia,dan negara-negarakurang berkembang, seperti beberapa republik bekas Uni Soviet, Kolombia, Chili. Semuanya memeluk dalam reformasi sektor kesehatan baru-baru ini konsep mempromosikan
kompetisi.
Perawatan kesehatan itu sendiri terdiri dari dua sektor, yaitu sektor publik
dan swasta. Ada dua kendala yang ditemui yaitu permintaan pasar untuk layanan
dan penyediaan input. Hipotesa dari kasus yang ada di Mesir adalah, masyarakat
Mesir lebih memilih sektor swasta dan rela membayar lebih tinggi demi mendapat
kualitas yang terbaik. Hal itu dikarenakan penghasilan masyarakat Mesir yang
rata-rata sudah mencukupi.
Jika penyedia melakukan penurunan
harga maka akan ada pengorbanan kualitas. Sebaliknya, jika penyedia
meningkatkan kualitas maka akan ada pengorbanan harga yang lebih tinggi untuk
meningkatkan layanan atau penambahan teknologi. Ada pula asumsi yang dapat
diberikan adalah penyedia terlibat dalam persaingan harga. Berdasarkan asumsi
ini, misalnya elastisitas kualitas meningkat, maka penurunan harga kemungkinan
besar dicapai dengan efisiensi. Tapi kalau permintaannya inelastis, persaingan
harga dapat menyebabkan kualitas yang rendah. Lain halnya jika penyedia
cenderung lebih dalam persaingan kualitas, hal itu akan sangat penting untuk
memahami aspek-aspek yang diinginkan konsumen. Jika konsumen responsif terhadap
aspek kualitas yang meningkatkan hasil kesehatan, pemerintah mungkin lebih
mengandalkan kekuatan pasar untuk menjamin kualitas layanan.
Pada jurnal ini ada hipotesa
proporsi relative bawha sector swasta memegang angka lebih tinggi dan rela
membayar lebih tinggi dibandingkan memilih sector publik yang kualitasnya
terhitung rendah. Setelah itu pada penelitiannya ditemukan bahwa pasien lebih
responsive pada perubahan kualitas daripada perubahan harga. Ini disebabkan
karena yang dibahas disini adalah sector kesehatan yang mempertaruhkan nyawa,
maka pengorbanan berupa materipun rela dilakukan. Selain itu pada penelitian
terdalulu juga ditemukan bahwa elastisitas pendapatan pengeluaran perawatan
kesehatan > 1 , dimana itu berarti bersifat elastis. Ini berarti seiring
dengan bertambahnya pendapatan, maka porsi dari pendapatan juga akan lebih
besar untuk pergi ke pelayanan kesehatan.
Tetapi hal ini tidak berlaku rata
pada seluruh kalangan masyarakat, walaupun rata-rata masyarakat memang lebih
responsive terhadap peningkatan kualitas, ini dikarenakan ada dua golongan
income masyarakat, seperti dijelaskan dibawah ini .
Ø Masyarakat
dengan income tinggi: harga tinggi, kualitas naik, permintaan meningkat
Ø Masyarakat
dengan income rendah : harga rendah,kulitas turun, permintaan naik.
Indikasi dari kualitas
ini terbagi menjadi dua, yaitu:
·
Indikasi
kualitas : kualitas dokter dan obat.
·
Indikasi
intrapersonal : kualitas pelayanan, teknologi, kenyamanan, dll.
Jika sector publik ingin
dapat bersaing dengan sector swasta maka mereka harus bisa manjamin kualitas
layanan dengan baik, atai jika tidak sasaran mereka untuk pangsa pasar harus
lebih dispesifikasi lagi dengan menyasar masyarakat miskin yang memang belum
mampu untuk melakukan pelayanan kesehatan dengan kualitas tinggi yang meminta
biaya tinggi pada sector swasta.
Judul :
Trade
Liberalization and Labor Demand Elasticity in Indian
Manufacturing
Penulis : Bishwanath Goldar
Tahun : 2008
Dari hipotesis yang ada ,elastisitas permintaan tenaga kerja di industry India
meningkat karena adanya liberalisasi perdagangan. Hal itu berdasarkan survey tahunan data industry pada 1980-81 ke 1997-98
dan tren dalam elastisitas dianalisa menggunakan data 1973-74
ke 2003-04. Hal ini juga dikuatkan oleh hasil ekonometrik penelitian yang serupa, dan menunjukan bahwa liberalisasi perdagangan memiliki dampak positif pada elastisitas permintaan tenaga kerja di industry india.
Elastisitas permintaan tenaga kerja di industry pasca reformasi lebih rendah dalam hal ini ialah minimumnya lapangan pekerjaan yang tidak dapat meresap semua labor maka dari itu tingkat labor mengalami kenaikan pada masa pasca reformasi.Hal
inidisebabkan karena ukuran yang signifikan untuk liberalisasi perdagangan dan melemahnya kekuasaan serikat buruh.
laborà naik,turun, naikà jadi tampak ada kecenderungan penurunan elastisitas permintaan tenaga kerja di industry india pada periode pra-reformasi. Penurunan elastisitas permintaan tenaga kerja ini dikarenakan penurunan biaya tenaga kerja dalam total biaya produksi.
y output à dari periode ke periode mengalamipenurunan
wagesà dari periode ke periode mengalami penurunan. Penurunan itu dikarenakan adanya pembatasan kuantitatif atas impor manufactur di periode pasca reformasi.
Liberalisasi perdagangan menunjukan efek positif terhadap elastisitas permintaan tenaga kerja tetapi jika dilihat berdasarkan fungsi kerja, hal itu tidak menunjukan peningkatan elastisitas permintaan tenaga kerja pada masa pasca-reformasi dibandingkan dengan periode sebelum reformasi.
Ada alasan untuk percaya bahwa liberalisasi perdagangan akan menyebabkan peningkatan (nilai
absolut)yaitu elastisitas permintaan tenaga kerja terhadap tingkat
upah. Peningkatan didalilkan dalam
elastisitas permintaan tenaga kerja yang timbul dari
liberalisasi perdagangan memiliki implikasi pentingbagi hasil pasar tenaga
kerja, terutama di Negara berkembang.
peningkatan elastisitas permintaan
tenaga kerja akan menyebabkan guncangan pekerjaan dan upah yang
lebih besar berasal dari guncangan dalam produktivitas atau
permintaan output. Juga, ketidakstabilan yang lebih besar dalam pekerjaan
dan upah akan menyebabkan penurunan daya tawar buruh serta
modal dalam pembagian keuntungan .
Hal
ini dapat dilacak ke efeksubstitusi danefek skala
(Hasan et al., 2007). Dalam kondisi persaingan, elastisitas permintaan tenaga kerja dari suatu perusahaan tergantung pada:(a) elastisitassubstitusi itu seperti input tenaga kerja dan lainnya, (b) elastisitas harga permintaan untuk produk yang
dihasilkan oleh perusahaan,
dan (c) pangsa biaya tenaga kerja dalam total
biaya produksi. Liberalisasi perdagangan diperkirakan akan menaikkan elastisitas substitusi antara
input tenaga kerja dan lainnya sejak biaya antara yang lebih dan lebih baik menjadi tersedia.
Liberalisasi perdagangan dapat
menyebabkan penurunan pangsa biaya tenaga kerjakarena barangproduksiygsetengah
jadi atau belum dirakit produk dapat diimpor oleh
perusahaan industri untuk digunakan dalam proses produksi
bukan manufaktur dari tahap bahan baku, dan ini dapat menetralisir
efek peningkatan elastisitas substitusi antara input
dan elastisitas hargameningkatnya permintaan untuk produk-produk
dari perusahaan industri dalam negeri.
Kesimpulan
Jadi, Perdagangan bebas dan permintaan tenaga kerja di Industry india adalah elastic karena permintaan akan tenaga kerja di India pada masa pasca reformasi mengalami peningkatan sedangkan biaya atau gaji untuk tenaga kerja selalu mengalami penurunan.
Pada intinya, elastisitas tenaga kerja yang ada di
praformasi dan
di pasca reformasi berbanding terbalik dan penurunan biaya tenaga kerja berbanding tidak sama dengan jumlah labor yang
mengalami kenaikan pada pasca reformasi.
elastis, karena permintaan akan tenaga kerja pada masa pasca reformasi mengalami peningkatan sedang kan biaya tenaga kerja selalu mengalami penurunan. Elastis karena pada zaman sekarang labor diganti oleh mesin, jadi menyebabkan tingkat pengangguran yang ada.
·
Judul : THE
IMPACT OF FOOD PRICES ON CONSUMPTION: A SYSTEMATIC REVIEW OF
REASERCH
ON THE PRICE ELASTICITY OF DEMAND FOR FOOD
Penulis : Tatiana Andreyeva, PhD, Michael W. Long,
MPH, and Kelly D. Brownell, PhD
Penelitian
ini bertujuan untuk memberkan ringkasan mengenai elasitas permintaan harga dan
perilaku konsumen Amerika Serikat.
Fenomena
yang terjadi di Amerika adalah elastisitas permintaan harga pada makanan tidak
sehat lebih tinggi dari pada makanan sehat. Berdasarkan studi,31% yang
memberikan perkiraan elastisitas harga daging sapi, 29% untuk daging babi, 14%
untuk unggas, 10% untuk ikan, 15% untuk susu, 12% untuk keju, untuk sereal 12%,
dan untuk buah dan sayuran 11%. Dari sini terlihat bahwa konsumsi pada makanan
tidak sehat lebih tinggi dari pada makanan sehat.
Dalam
menyelesaikan hal ini, peneliti berusaha menghubungkan pemberlakuan pajak dan
subsidi untuk menganalisis dampaknya terhadap harga bahan makanan. Dengan
menetapkan sejumlah pajak kepada bahan makanan yang kurang sehat, maka
diharapkan permintaan akan bahan makanan yang kurang sehat menurun seiring
dengan kenaikan harga karena pajak. Sebaliknya subsidi diberikan kepada bahan
makanan sehat dengan tujuan untuk menurunkan harga sehingga permintaan akan
bahan makanan sehat dapat meningkat, sehingga diharapkan dapat mengubah gaya
hidup masyarakat Amerika Serikat menjadi lebih baik.
Dengan
pemberlakuan subsidi terhadap harga buah buahan dan sayur mayur menyebabkan
penurunan harga sebesar 10%, dan berhasil meningkatkan permintaan akan buah dan
sayur sebesar 7,0% untuk buah dan 5,8% untuk sayur, besarnya penurunan harga
rupanya tidak meningkatkan permintaan secara signifikan sehingga harga buah dan
sayur dikatakan inelastis.
Kesimpulan
dari penelitian ini adalah, bahwa walaupun subsidi telah diberikan, pada
kenyataannya tidak dapat meningkatkan peningkatan permintaan secara signifikan,
dari kasus tersebut dapat diasumsikan bahwa, harga bukanlah satu satunya faktor
yang dapat menyebabkan buruknya gaya hidup sebagian masyarakat di Amerika
serikat yang dinilai dari tingginya konsumsi bahan makanan tidak sehat seperti
fast food, namun ada hal lain yang mempengaruhi, salah satunya ialah gaya
hidup. Orang orang di Negara maju cenderung memilih bahan makanan cepat saji
dengan alasan efisiensi, sehingga meskipun harga dirubah, tetap saja tidak akan
mempengaruhi permintaan akan barang barang tersebut, sehingga sayuran dan buah
buahan yang tergolong bahan makanan sehat bersifat inelastic.
·
Judul :
Long term fuel price
elasticity: Effects on mobility tool ownership
and residential
location choice
Penulis :
Alexander Erath and Kay W. Axhausen
Tahun : 2010
Perusahaan Bahan Bakar di Swiss mempunyai efek jangka panjang dari kenaikan harga bahan bakar. Penelitian ini meneliti efek jangka panjangdari kenaikan harga bahan bakar.
Dilakukan experiment-experiment :
- SP-1: Dampak Perubahan Harga atas Kepemilikan Kendaraan
Hasil : bahwa dengan naiknya harga bbm, masyarakat mengubah pola piker mereka. Mereka menjadi enggan untuk memakai kendaraannya ataumembeli kendaraan.
- SP-2: HargaBahanBakar di Wilayah Tertentu
Hasil :bahwa ada perbedaan harga di wilayahpedesaaan danperkotaan. Yaitu harga di perkotaaan lebih mahal daripada di
pedesaan.Karena bedanya tingkat permintaan.
- SP-3: Efek Perubahan Harga di 2 Wilayah yang Berbeda
Hasil: di 2 wilayah yang berbeda,
antara perdesaan dan perkotaan efek perubahan harga terjadi karena sifat elastisitas di
perkotaanbersifat elastic karena populasi di perkotaan lebih besar sedangkan di pedesaan bersifat in-elastis karena populasi masyarakatnya yang kecil.
Esensi :
Efek
jangka panjang yang akan terjadi adalah kemungkinan pendapatan substansian dalam biaya transportasi terutama dalam harga BBM membuat orang
bereaksi mengatur jarak tempuh dan mengubah jenis mobil dan memilih mesin yang lebih kecil ataulebih hemat bahan bakar seperti mobil hibrida/ diesel.
Untuk jangka panjang, elastisitas harga bensin berkisar antara -0,14 sampai -0,54 dan diesel
0,32. diesel disini merupakan bahan pengganti yang disebabkan oleh responden yang mengganti mobil BBMnya jadimobil diesel.
Harga BBM naik tidak berarti menaikan atau menurunkan permintaan dari BBM tersebut,
masyarakat lebih melihat efisiensi dari penggunaan bahan bakar yaitu dengan menggantinya dengan diesel.
· Judul : DAMPAK KEBIJAKAN PENGURANGAN SUBSIDI HARGA BAHAN BAKAR
MINYAK TERHADAP KINERJA INDUSTRI HASIL HUTAN KAYU ( Impact of
Oil Price Subsidy Reduction Policy on
Performance of Wood Products
Industry )
Penulis : Satria astana
Subsidi
harga BBM (Bahan Bakar Minyak) dihitung sebagai selisih antara penjualan dalam
negeri produk BBM dengan komponen biaya pokok pengadaan BBM. Dua komponen biaya
pokok yang pertama, yaitu:
(1)
biaya pengadaan minyak mentah dan bahan baku lain
(2)
biaya pembelian produk BBM.
Tiga komponen biaya pokok yang lain,
yaitu:
(3) biaya operasi pengadaan dan
distribusi BBM,
(4)biaya operasional, dan
(5) faktor pengurang nilai produk BBM.
Biaya operasional dibedakan ke dalam
tujuh komponen. Empat komponen yang pertama, yaitu:
(1) biaya pengolahan
(2) biaya angkutan laut,
(3) biaya distribusi dan
(4) biaya overhead.
Sedangkan tiga yang lain, yaitu:
(5) bunga
(6) depresiasi, dan
(7)perubahan persediaan.
Tahun
Anggaran 1998/1999 besarnya subsidi harga BBM yang dibayarkan oleh pemerintah
kepada Pertamina adalah Rp 27.5 triliun. Nilai subsidi BBM ini merupakan
selisih dari penjualan BBM dalam negeri sebesar Rp 22.5 triliun dan komponen
biaya BBM sebesar Rp 50 triliun.
Dengan
pengurangan subsidi harga BBM sebesar 30% atau kenaikan harga BBM rata-rata
12%, jumlah anggaran subsidi harga BBM dalam RAPBN (Rencana Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara) tahun 2000 masih tinggi yaitu Rp 18.3 triliun.
Kenaikan
harga BBM dikhawatirkan mendorong lebih jauh penurunan kinerja industri hasil
hutan kayu, khususnya dalam hal penawaran dan permintaannya.
Alasan
:
Pertama,
potensi kayu hutan alam telah menurun, hal ini telah menyebabkan biaya logging meningkat secara riil dari
sebelumnya.
Kedua,
dalam biaya pemanenan kayu, komponen BBM berkontribusi signifikan (sekitar 30%)
Dampak
Terhadap Kinerja Industri Hasil Hutan Kayu
Dalam kondisi Permintaan konstan,
pengurangan subsidi atau kenaikan harga BBM di industri kayu olahan hilir
menggeser kurva penawaran kayu olahan hilir ke kiri dari Ss0 ke Ss1. Maka harga
keseimbangan kayu olahan hilir meningkat dari Ps0 ke Ps1 dan keseimbangan
penawaran dan permintaan turun dari qs0 ke qs1.
Dalam
kondisi penawaran konstan, penurunan permintaannya menyebabkan harga kayu
olahan hulu menurun dari Pp0 ke Pp1 dan keseimbangan permintaan dan
penawarannya menurun dari qp0
ke qp1.
Kesimpulan :
Jadi,
model industri hasil hutan kayu yang dibangun telah menangkap realitas yang
menjadi perhatian dalam kinerja industri hasil hutan kayu dan dapat menjelaskan
hubungan-hubungan ekonomi yang terbentuk sesuai dengan prediksi teori. Hasil
ini juga menunjukkan bahwa model yang
dibangun dapat digunakan sebagai alat simulasi dan peramalan. Dengan model yang
diperoleh, dampak kebijakan pengurangan subsidi harga BBM terhadap kinerja industri
hasil hutan kayu dan kesejahteraan sosial dianalisis.
Secara umum, kenaikan harga BBM dengan adanya subsidi dari
pemerintah cenderung inelastis, hal ini dikarenakan terbatasnya barang
substitusi dan komplementer dari BBM tersebut. Selain itu, total revenue sangat
dipengaruhi oleh subsidi dari pemerintah kepada perusahaan industri kayu
tersebut.
· Judul :Determinants of Indonesian Palm Oil
Export: Price and Income Elasticity
Estimation
Penulis : Ambiyah Abdullah
Tahun :
2011
Indonesia adalah produsen
dan eksportir terbesar minyak sawit di dunia karena berhasil menguasai 46%
pangsa pasar minyak sawit dunia. Sebagian besar dari produksinya diekspor.
Sehingga, memperkirakan elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari
permintaan untuk ekspor minyak sawit Indonesia sangat penting. Hal itu terlihat
jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia, Indonesia
mengekspor minyak sawit lebih banyak di banding dengan negara Malaysia
dikarenakan factor lahan di Indonesia yang lebih luas dan memungkinkan untuk di
tanami kelapa sawit lebih banyak.
Melalui penelitian ini, elastisitas harga dan elastisitas pendapatan
dari permintaan ekspor minyak sawit Indonesia adalah inelastic baik untuk
jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek untuk ekspor sebesar 0,54 dan
untuk income sebesar 0,61. Serta jangka panjang untuk ekspor sebesar 0,41 dan
untuk income sebesar 0,49. Temuan ini sesuai dengan teori pada pangsa pasar,
alokasi anggaran, dan penggunaan dari minyak sawit sebagai bahan baku untuk
barang-barang seperti kosmetik, minyak goreng, margarine, dan ketersediaan dari
barang substitusi untuk ekspor minyak sawit Indonesia. Temuan ini penting
untuk:
(1) strategi pemasaran seperti diferensiasi
produk (produk dengan nilai tambah) sehingga menciptakan layanan khusus untuk
konsumen yang loyal dan meningkatkan standar kualitas
(2) kebijakan pemerintah (kebijakan perdagangan
dan peraturan domestic) harus diterapkan
oleh pemerintah Indonesia untuk mendukung ekspansi minyak sawit di
Indonesia
Pajak ekspor adalah salah satu dari kebijakan yang
diterapkan oleh Indonesia untuk minyak sawit agar mengendalikan harga minyak
goreng local. Untuk kebijakan domestic dapat diterapkan dalam berbagai bentuk
seperti subsidi produksi, program insentif pada penelitian diferensiasi produk
(produk bernilai tambah), dan meningkatkan standar kualitas untuk ekspor minyak
sawit Indonesia. Di masa yang akan datang, terdapat kebutuhan untuk
menganalisis elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari produk-produk
yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku, terfokus pada sektor-sektor
yang berlainan (perbedaan antara CPO dan minyak sawit murni) pada kasus-kasus
negara pengimpor yang lebih spesifik dan menganalisa dalam penawaran ekspor dan
model-model yang simultan.
Inelastis pada minyak
sawit terjadi karena:
1.
Efek
barang substitusi terhadap perubahan harga tidak terlalu besar
2. Pilihan produk-produk
lainnya sebagai barang pengganti jumlahnya tidak banyak
· Judul : Are Life Insurance Demand Determinants valid
for Selected Asian
Economies and India?
Penulis : Subir Sen dan Dr. S. Madheswaran
Tahun : 2007
Saat terjadinya
krisis ekonomi, permintaan akan asuransi di Asia bersifat elastis. Hal ini
disebabkan karena dengan adanya krisis, maka perekonomian terganggu dan
mengurangi pendapatan masyarakat di Asia. Rendahnya pendapatan membuat standar hidup
masyarakat asia pada kala itu rrendah, dengan pendapatan yang rendah mereka
hanya mengutamakan untuk konsumsi.Maka perubahan harga asuransi akan sangat
mempengaruhi jumlah permintaan akan asuransi.
Kemudian, dengan
adanya perbaikan ekonomi setelah adanya
krisis membuat pendapatan masyarakat asia terus meningkat dan memiliki
pendapatan yang cukup tinggi sehingga membuat standar hidup masyarakat semakin
tinggi dan makin sadar akan pentingnya asuransi. Dengan demikian, permintaan
terhadap asuransi pasca krisis ekonomi hinggga kini bersifat inelastic, atau
perubahan harga asuransi tidak akan terlalu mempengaruhi jumlah permintaannya.