Pages

Analisis Jurnal

Tugas Teori Ekonomi 1 - Bapak Dr. Prihantoro


JUDUL PENELITIAN

Struktur dan Integrasi Pasar Ekspor Lada Hitam dan Lada Putih di Daerah Produksi Utama.

PENGARANG

Adimesra Djulin dan A. Husni Malian

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Tahun 2002

TEMA PENELITIAN

Penjualan Merica (lada) di Indonesia


LATAR BELAKANG PENELITAN

Saat ini, Indonesia merupakan salah satu dari 7 negara yang menguasai produksi dan perdagangan lada di dunia. Secara nasional, agribisnis lada di Indonesia memberikan andil dalam peningkatan pendapatan petani dan perekonomian nasional. sedangkan secara makro, ekspor lada Indonesia juga memberikan devisa bagi perekonomian nasional.

HIPOTESIS PENELITIAN                       

1.      Bagaimanakah struktur dan integrasi pasar lada hitam dan lada putih di Indonesia?
2.      Harga pasar lada hitam dan lada putih ditentukan oleh harga pasar pada bulan sebelumnya.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat struktur dan integrasi pasar lada hitam dan lada putih Indonesia di daerah produksi utama. Dari informasi ini diharapkan dapat diambil kebijakan yang tepat untuk mendorong petani meningkatkan produksi dan produktivitas lada di Indonesia

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan berbagai jenis data primer dan data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Data primer dikumpulkan dari setiap simpul pada struktur vertikal sistem agribisnis komoditas lada hitam dan lada putih, melalui wawancara langsung dengan responden terpilih dengan menggunakan kuesioner terstruktur.
Selain data primer, penelitian ini juga memanfaatkan data berkala yang mencakup :
(1) Volume dan nilai ekspor lada hitam dan lada putih Indonesia
(2) Harga domestik pada berbagai tingkat pasar, harga ekspor dan harga dunia lada hitam dan lada putih
(3) Nilai tukar rupiah terhadap US $.

VARIABEL PENELITIAN

Lokasi produksi utama lada hitam dan lada putih di Indonesia yang meliputi Kabupaten Lampung Utara, Propinsi Lampung untuk lada hitam dan Kabupaten Bangka, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk lada putih.

Dari setiap lokasi penelitian dipilih 60 orang petani contoh secara acak. Selain petani lada hitam dan lada putih, dalam penelitian ini juga dilibatkan pedagang, pengolah, dan eksportir sebagai contoh penelitian.

HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

Saluran tataniaga lada hitam di Propinsi Lampung diawali dari petani yang menjual sebagian besar (80 persen) dari lada hitam yang dihasilkan kepada Pedagang Desa. Sebagian kecil petani langsung menjual kepada Pedagang Pengumpul yang berkedudukan di ibukota kabupaten. Dengan pola perdagangan seperti itu, telah terbentuk struktur pasar oligopolistik, di mana beberapa Pedagang Desa menentukan harga pembelian di tingkat petani. Hasil analisis integrasi harga petani dan harga eksportir lada hitam menunjukkan bahwa harga jual di tingkat petani ditentukan oleh tingkat harga jual petani pada bulan sebelumnya Sedangkan tingkat harga eksportir pada bulan sebelumnya dan dummy bulan panen tidak mempengaruhi harga jual di tingkat petani. Hal ini diduga terkait dengan pola pemasaran yang dilakukan oleh petani dalam bentuk penjualan secara bertahap.

Dari dugaan parameter diatas diperoleh indeks integrasi pasar (MII) yang tak terhingga. Dengan demikian, antara dua tingkatan pasar tersebut sama sekali tidak berhubungan, sehingga harga jual di tingkat petani tidak terkait dengan harga ekspor. Namun, posisi tawar petani masih memadai, dimana petani menerima harga hampir 85 persen dari harga FOB. Saluran tataniaga lada putih di Propinsi Kepulauan Bangka-Belitung diawali dari petani yang menjual lada putih yang dihasilkan kepada Pedagang Desa atau Pedagang Pengumpul.

Struktur pasar cenderung oligopolistik, di mana beberapa Pedagang Pengumpul menghadapi dan menentukan harga pembelian di tingkat Petani. Seluruh lada putih yang dibeli Pedagang Pengumpul dijual kepada Eksportir yang berkedudukan di Pangkal Pinang (ibukota Propinsi Kepulauan Bangka-Belitung). Sebagian besar lada putih ini (90 persen) diekspor dengan tujuan Singapura dan Amerika Serikat. Hanya sekitar 10 persen lada putih yang dihasilkan dijual ke Jakarta untuk memenuhi kebutuhan domestik.

KESIMPULAN

Perdagangan lada putih di daerah produksi utama telah membentuk struktur pasar oligopolistik di tingkat Pedagang Pengumpul, di mana beberapa Pedagang Pengumpul menghadapi dan menentukan harga pembelian di tingkat Petani dan Pedagang Desa. Sementara itu, untuk komoditas lada hitam struktur pasar oligopolistik terbentuk pada tingkat Pedagang Desa. Harga lada hitam di tingkat petani dan harga eksportir tidak berhubungan, sedangkan antara harga eksportir dan harga dunia terintegrasi sangat lemah. Sementara itu, integrasi harga lada putih di tingkat petani dan harga eksportir terintegrasi sangat lemah, sedangkan antara harga ksportir dan harga dunia cenderung terintegrasi kuat. Terintegrasinya harga eksportir dan harga dunia mencerminkan bahwa pergerakan harga domestik sangat dipengaruhi oleh dinamika harga di pasar internasional. Hal ini memberi petunjuk bahwa pengembangan komoditas lada seyogyanya mempertimbangkan efisiensi dan daya saing di pasar dunia.




Tugas Teori Ekonomi 1 - Bapak Dr. Prihantoro


Toyota merupakan pabrikan penghasil mobil terbesar di dunia. Produksi terbesar ada di Amerika Serikat, Jepang dan China. Produksi Toyota di Indonesia juga memberikan kontribusi, namun kontribusi tersebut hanya kurang dari 2% dari produksi toyota didunia yang mencapai 8 juta unit.

Toyota meningkatkan produksi untuk mengantisipasi peningkatan permintaan pasar m,enjelang event event tertentu dalam hal ini adalah menjelang hari raya lebaran dimana kebanyakan orang menggunakan kendaraan untuk pulang ke kampung halamannya. Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan cara menambah jam kerja/lembur sehingga produksi naik.
        
    Selain itu, Pihak Toyota sendiri, akan mulai membuat komponen di fasilitas penelitian dan pengembangan di Cina untuk memenuhi peningkatan permintaan di daratan. Para pengamat memandang pembatasan yang diterapkan Cina terhadap ekspor mineral langka menjadi salah satu alasan langkah Toyota ini. Sejumlah elemen mineral langka adalah komponen penting mobil hibrida seperti baterai.              

   Meskipun demikian Cina yang memproduksi lebih 95% pasokan mineral langka dunia menerapkan kuota produksi dan ekspor yang ketat dengan alasan lingkungan.  tindakan Toyota memulai produksi komponen di Cina dapat membantu mengatasi pembatasan ini karena mereka dapat membeli mineral untuk digunakan di dalam Cina.
               
    Pada krisis ekonomi global yang terjadi saat saat ini akan berdampak pada perlambatan ekonomi yang kemudian berimbas pada perlambatan permintaan konsumen, dimana hal tersebut dapat menimbulkan dampak negatif terhadap penjualan karena permintaan yang berkurang tadi.
            
    Selain produksi domestik, PT toyota Indonesia juga mengekspor ke 51 negara lainnya termasuk ASEAN, Timur tengah dan Amerika Latin. Indonesia harus bisa mengambil kesempatan untuk bisa menjadi area lokalisasi bagi industri automotif. Karena, akan ada beberapa keuntungan yang dapat diambil selain menambah lapangan pekerjaan yaitu juga teknologi tambah dan investasi juga bertambah, harga juga jadi kompetetif dan untuk ekspor pun sangat mudah.


sumber: http://otomotif.vivanews.com/news/read/218566-penjualan-toyota-terpangkas-34-
               http://otomotif.vivanews.com/news/read/245000-komponen-toyota-bakal-dibuat-di-cina
           


Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddie Widjanarko mengatakan, sekarang ini adalah momentum bagi Indonesia untuk membangkitkan industri persepatuan nasional, pasalnya industri sepatu di China sedang lesu. Melemahnya industri sepatu di China memberi peluang bagi industri sepatu Indonesia untuk menjadi produsen utama sepatu di tingkat dunia. Saat ini, China saat adalah produsen sepatu terbesar di dunia. Indonesia adalah produsen sepatu terbesar keempat di dunia setelah China, India, dan Vietnam.
Beberapa faktor penyebab melemahnya industri sepatu di China antara lain, pertama, berkurangnya tenaga kerja yang mau bekerja di di industri sepatu. Hal itu karena tingkat ekonomi masyarakat China sudah berkembang. Kedua, mata uang yuan sudah menguat hingga 11%. Artinya, Indonesia memiliki kompetitif dari sisi harga yang lebih baik. Ketiga, undang-undang penanaman modal asing di China mempersulit masuknya investasi di bidang industri sepatu. Serta Eropa juga telah memberlakukan antidumping produk dari China sehingga pembeli banyak yang beralih mengambil produksi sepatu dari India atau Indonesia, sehingga akan mematikan pasar barang sejenis yang diikuti munculnya dampak seperti pemutusan hubungan kerja massal, pengganguran dan bangkrutnya industri barang sejenis dalam negeri. Sehingga berkurangnya ekspor sepatu dari China ke Eropa membuat perhatian masyarakat Eropa beralih ke sepatu diluar negara termasuk ke sepatu asal Indonesia. BahkanAmerika tertarik mengimpor sepatu lebih banyak setelah pasokan sepatu dari China mulai tidak kompetitif seiring naiknya biaya produksi di Negeri Tirai Bambu tersebut.
How is globalization reflected in Indonesia?
Kehidupan bangsa Indonesia di Era Globalisasi, di tandai oleh era perdagangan  bebas, dimana produk dari suatu negara dengan bebas dapat masuk dan di perjualbelikan di negara lain. Kenyataan itu tentu menimbulkan tantangan bagi semua negara untuk mampu bersaing dalam meningkatkan kualitas produk industrinya, bangsa Indonesia juga tidak terlepas dari tantangan itu. Ditengah-tengah usaha itu untuk memperbaiki perekonomian, bangsa Indonesia juga ditantang untuk berjuang menempatkan bangsa Indonesia sederajat dengan bangsa lain. Oleh karena itu kita sebagai warga negara Indonesia yang baik tentu memiliki rasa bangga terhadap produk dalam negeri. Kita harus sadar dan bangga bahwa produksi dalam negeri tidak kalah dengan produksi luar negeri.
Upaya Pemerintah menghadapi Era Globalisasi dan perkembangan IPTEK di bidang Ekonomi
Kebijakan bidang ekonomi dalam upaya menghadapi tantangan globalisasi disebutkan sebagai berikut :
  • Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komparatif sebagai negara maritim dan agraris sesuai kompetensi dan produk unggulan di setiap daerah terutama pertanian dalam arti luas, kehutanan, kelautan, pertambangan, pariwisata, serta industri kecil serta kerajinan rakyat.
  • Mengembangkan kebijakan industri, perdagangan dan investasi dalam rangka meningkatkan Persaingan global dengan membuka aksesibilitas yang sama terhadap kesempatan kerja dan berusaha bagi segenap rakyat, dan seluruh daerah melalui keunggulan kompetitif terutama berbasis keunggulan sumber daya manusia dengan menghapus segala bentuk perlakuan diskriminatif dan hambatan.
Kehidupan yang Diharapkan dalam Pembangunan di Era Globalisasi
Kehidupan yang diharapkan dalam Era Globalisasi
Ketika pembangunan kita memasuki era globalisasi diperkirakan kita hidup dalam suasana penuh persaingan, perdagangan bebas, dan hubungan antar bangsa yang semakin terbuka. Untuk itu diperlukan persiapan yang matang dan memadai. Dengan demikian, gambaran kehidupan yang sesuai dengan era itu antara lain sebagai berikut :
  • Kualitas sumberdaya manusia yang tinggi, antara lain tercermin dari kemampuan profesionalismenya untuk memenuhi kebutuhan pembangunan.
  • Semakin handalnya sumber pembiayaan pembangunan yang berasal dari dalam negeri yang berarti semakin kecil ketergantungan pada sumber pembiayaan dari luar negeri.
  • Kemampuan untuk memenuhi sendiri kebutuhan yang paling pokok agar tidak menimbulkan berbagai keraguan.
  • Ketahanan ekonomi yang tangguh dan memiliki daya saing tinggi.
  • Etos kerja dan disiplin masyarakat yang tinggi.
Selain itu, perlu diperhatikan juga situasi internasional. Baik situasi politik, ekonomi, maupun keamanan. Karena hal itu akan dapat mempengaruhi perkembangan kehidupan kita baik langsung ataupun tidak langsung. Dan pada akhirnya akan dapat mengganggu tercapainya sasaran pembangunan nasional.
Sumber:
http://www.masbied.com/2010/02/20/ketahanan-nasional-dalam-era-globalisasi/ 
            Politik Udara 
Politik udara
  • Merupakan aturan-aturan yang dibuat untuk melindungi maskapai penerbangan di Indonesia dari hal-hal yang merugikan maskapai penerbangan domestik, misalnya:larangan maskapai luar negeri untuk melakukan layanan penerbangan domestik, angkutanudaraniagadalamnegeri tertutupuntukpenanaman modal asing.
Contoh kasus
Sumber= KBR68H.com
Judul= “Maskapai Penerbangan Indonesia belum siap bersaing di tingkat ASEAN”
- Infrastruktur bandara – bandara udara di Indonesia masih banyak yang belum memenuhi standar persiapan menghadapi ASEAN Open Skies atau ASEAN Single Aviation Market (ASAM) 2015 nanti. Salah satu kondisi yang belum memenuhi standar itu seperti keterbatasan waktu pengoperasian bandara. Juru Bicara PT. Garuda Indonesia Pujobroto mengatakan kenyataan itu akan menyulitkan Garuda dan maskapai lain bersaing dengan maskapai negara lain di ASEAN.
Ini terkait, misalnya masalah bandara. Tadi juga banyak disinggung bahwa tentunya dari airlines mengupayakan supaya lebih efisien. Lebih efisien adalah dengan mengoptimalkan operasi penerbangannya artinya sebanyak mungkin pesawat bisa diterbangkan. Kondisi saat ini banyak bandara yang belum operasi sampai jauh malam hari. Biasanya jam 7 dan jam 8 sudah tutup.”
Sebelumnya, Kepala-kepala Negara ASEAN telah menyepakati penerbangan terbuka di tingkat kawasan. Dampak dari kesepakatan ini akan berpengaruh pada persaingan maskapai penerbangan antar negara, termasuk infrastruktur penunjangnya. Menurut Anggota Komisi VI DPR, Chandra Tirta Wijaya dari Fraksi PAN, ada sekitar 150 bandara di tingkat kabupaten, namun kesemuanya belum memenuhi standar internasional.
Analisis dampak =
Maskapai penerbangan di Indonesia belum siap bersaing dengan penerbangan maskapai asing, dalam kasus ini contohnya di tingkat ASEAN sehingga maskapai penerbangan Indonesia belom mendapatkan keuntungan secara maksimal
Hal itu dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya adalah
-  Kawasan-kawasan yang belum memenuhi standar internasional (ditiap-tiap bandara di indonesia)
-   Keterbatasan waktu pengoperasian bandara
Akibatnya:
Maskapai Indonesia tidak lagi menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia khususnya dan  dalam hal ini berdampak bagi perkembangan maskapai domestik, salah satu contohnya adalah terjadi pada maskapai mandala airlines yang kesulitan melunasi uang sewa dari pesawat yang dipinjamnya dari perusahaan Luar negri dan hal ini juga berdampak pada pemecatan tenaga kerja pada maskapai Mandala airlines sehingga menyebabkan bertambahnya pengangguran di Indonesia.
Solusi:
Maskapai penerbangan Indonesia harus bisa merevisi dan membuat hal-hal yang baru agar maskapai penerbangan Indonesia menjadi pilihan utama dalam transportasi udara (khususnya rakyat Indonesia sendiri), contoh: seperti mengadakan promosi, pemangkasan harga atau diskon, bonus, dan menonjolkan sisi kelebihan yang belom ada di maskapai penerbanagan asing.

Perkembangan Pasar Merica di Indonesia


Tugas Teori Ekonomi 1 - Bapak Dr. Prihantoro



 Lada atau merica (Piper nigrum L.) adalah tumbuhan penghasil rempah-rempah yang berasal dari bijinya. Lada sangat penting dalam komponen masakan dunia. Pada masa lampau harganya sangat tinggi sehingga memicu penjelajah Eropa berkelana untuk memonopoli lada dan mengawali sejarah kolonisasi Afrika, Asia, dan Amerika (Wikipedia, 2009).


Sejak jaman dahulu kala, Indonesia terkenal sebagai negara penghasil rempah-rempah, sebagian besar rempah-rempah yang diperdagangkan di dunia adalah merica (Peper nigrum Linn). Produksi merica pada satu dekade terakhir ini mengalami fluktuasi yang cukup drastis dan cenderung semakin menurun, bahkan semakin sulit menembus dan bersaing dalam perdagangan internasional. Apalagi rendahnya mutu merica yang dihasilkan oleh petani menyebabkan rempah-rempah asal Indonesia sering mengalami penahanan oleh Food and Drugs Administrantion (FDA) di Amerika Serikat. Penahanan tersebut terjadi karena adanya pencemaran oleh mikroorganisme, bahan asing, kadar air, dan kadar minyak merica yang tidak memenuhi syarat. Permasalahan di atas disebabkan karena mayoritas masyarakat petani merica di Indonesia masih menggunakan teknologi tradisional, baik dalam budidayanya maupun dalam penanganan pasca panennya. Disamping faktor teknologi tersebut, perangkat sistem dan kebijakan yang ada juga tidak mendukung bagi terciptanya suatu mekanisme pasar yang kondusif (Mulyono D, 2002).

Di pasar internasional, merica Indonesia mempunyai kekuatan dan daya jual tersendiri karena cita rasanya yang khas. Peranan Indonesia sebagai penghasil dan pengekspor lada hitam telah digeser oleh Vietnam, sementara lada putih masih bisa dipertahankan namun tetap harus waspada. Agar dapat bersaing di pasar dunia maka harus dilakukan efisiensi budi daya lada Indonesia dan pengembangan diversifikasi produk merica (Manohara Dyah, dkk, 2009).

Diversifikasi produk diperlukan bila produk utama harganya jatuh. Di samping mengembangkan merica pada lahan yang sesuai, serta menerapkan teknologi rekomendasi dan efisiensi biaya produksi juga perlu ditingkatkan peran kelembagaan mulai dari kelembagaan di tingkat petani (KUD, APLI, kelompok tani) sampai kelembagaan pemasaran seperti AELI dan IPC (Yuhono, JT. 2009).


PROYEKSI PENAWARAN LADA 2009-2011

Sebagian besar produksi lada Indonesia diperuntukkan ekspor, sehingga proyeksi penawaran merica berdasarkan perilaku harga ekspor dan luas arealnya. Berdasarkan fungsi respons dengan menggunakan model regresi berganda diperoleh informasi bahwa produksi merica Indonesia dipengaruhi oleh luas areal lada (t) dan harga ekspor 3 tahun sebelumnya (t-3). Koefisien determinasi dari fungsi respons diperoleh sebesar 94,10% yang menunjukkan bahwa peubah-peubah yang digunakan dalam model dapat menjelaskan keragaman model
produksi lada sebesar 94,10%.

Dengan fungsi penawaran tersebut, produksi lada di Indonesia diproyeksikan akan meningkat selama periode tahun 2009-2011. Tahun 2009 diperkirakan produksi lada di Indonesia mencapai 79,41 ribu ton dan akan terus meningkat hingga mencapai 85,97 ribu ton pada tahun 2011 dengan rata-rata peningkatan sebesar 2,59% per tahun.


PROYEKSI PERMINTAAN LADA 2009-2011

Proyeksi permintaan lada didekati dari permintaan untuk memenuhi konsumsi perkapita oleh rumah tangga serta permintaan untuk ekspor. Data konsumsi per kapita diperoleh dari hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS) yang dilakukan setiap 3 tahun sekali dikalikan dengan jumlah penduduk. Tahun-tahun dimana tidak ada survei dihitung dengan interpolasi. Sementara, data ekspor diolah dari data yang dipublikasikan oleh BPS.

Pemodelan proyeksi permintaan lada untuk konsumsi menggunakan pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing) dengan MAPE sebesar 12,52. Sedangkan proyeksi permintaan untuk ekspor menggunakan pemulusan tunggal dengan nilai MAPE sebesar 86. Dari hasil pemodelan tersebut pada periode tahun 2009 – 2011 total permintaan lada Indonesia diproyeksikan akan sedikit menurun dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 1,88% per tahun. Secara absolut, total permintaan lada pada tahun 2009 diperkirakan akan mencapai 75,46 ribu ton dan akan meningkat lagi hingga mencapai 76,90 ribu ton pada tahun 2010 dan 78,32 ribu ton pada tahun 2011.


PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT LADA 2009-2011

Berdasarkan atas proyeksi penawaran dan total permintaan lada selama periode tahun 2009 – 2011, maka dapat dihitung defisit/surplus ketersediaan lada di Indonesia, ternyata masih terjadi surplus lada sebesar 3,95 ribu ton pada tahun 2009 dan meningkat menjadi 7,77 ribu ton pada tahun 2010, dan sedikit menurun menjadi 7,64 ribu ton pada tahun 2011.

Sumber :


Price Controls : Price Ceiling dan Price Floor


Tugas Teori Ekonomi 1 - Bapak Dr. Prihantoro


Berbicara tentang pengendalian harga ( Price Controls ) terdapat dua hal yang akan dibahas yaitu Kebijakan harga tertinggi ( Price Ceiling ) dan Kebijakan harga terendah  ( Price Floor ). Price ceiling batasan yang dibuat pemerintah yang dibebankan untuk suatu produk. Pemerintah berniat untuk melindungi konsumen dari kondisi yang bisa membuat komoditas yang diperlukan tercapai. sedangkan Price floor adalah dengan ditetapkannya harga yang lebih tinggi dari harga pasar, produsen akan menjual barangnya lebih banyak, sedangkan permintaan oleh konsumen akan menurun. merupakan
Price ceiling menyebabkan terjadinya Shortage yaitu saat dimana jumlah permintaan lebih besar dari jumlah penawaran (Qd > Qs). Mengapa bisa terjadi demikian? Saat pemerintah menetapkan Price ceiling yang tidak sesuai dengan harga yang ingin dijualkan oleh penjual, penjual pun akan merasa rugi, lalu mereka memberhentikan produksinya sehingga barang yang dihasilkan sedikit, terjadilah kelangkaan  pada barang tersebut padahal permintaan dari barang tersebut banyak. Dari kelangkaan ini dibuatlah shortage agar penjual tidak menjual barangnya melebihi harga yang telah ditetapkan pemerintah. Hal ini mendorong terjadinya pasar gelap karena penjual mau menjual barangnya dengan harganya sendiri tanpa mau mengikuti harga yang telah di tetapkan pemerintah.
Selanjutnya adalah Price floor. Price floor menyebabkan terjadinya Surplus atau saat dimana penawaran lebih besar dari permintaan ( Qs > Qd ). Contohnya adalah pakaian lokal dengan pakaian impor. Produksi pakaian lokal yang ada tidak sebanyak dengan  produksi pakaian impor. Pakaian impor saat ini pun mudah di dapat dan harganya pun lebih murah, sehingga banyak permintaan yang datang. hal tersebut membuat penawaran akan produksi pakaian lokal tinggi. Salah satu cara yang digunakan ntuk mempertahankan agar pakaian lokal itu tetap laku dipasaran adalah dengan membatasi harga pakaian impor dengan harga minimal,tidak di bawah harga terendah yang telah di tatapkan oleh pemerintah.

Change in Supply

      Tugas Teori Ekonomi 1 - Bapak Dr. Prihantoro


      Penawaran adalah banyaknya barang atau jasa yang tersedia dan dapat ditawarkan oleh produsen kepada konsumen pada setiap tingkat harga selama periode waktu tertentu. Penawaran dipengaruhi oleh beberapa faktor. Antara lain harga bahan baku,tingkat teknologi, jumlah produsen di pasar, ekspektasi atau perkiraan harga masa depan, pajak dan subsidi,serta pembatasan pemerintah.
      Disini kita akan membahas tentang pergeseran kurva pernawaran yang dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.
gambar kurva
                        Kurva A                                                                    Kurva B


Kurva A dan kurva B diatas merupakan kurva penawaran. Kedua kurva tersebut mengalami Pergeseran kurva yang mempengaruhi kuantitas (Q).
Kedua kurva tersebut bergeser karena adanya faktor perubahan penawaran ( Change in Supply ) Kurva A yang bergeser ke kanan dari S ke S’ disebabkan karena yaitu faktor teknologi dan subsidi. Teknologi yang ada dan yang semakin berkembang dapat membantu para produsen untuk memperbanyak kuantitas barang yang akan diproduksinya, contoh disini adalah pakaian. Bila produsen meproduksi pakaian dengan menggunakan teknologi canggih maka hasil dari produksi itu pun akan lebih banyak. Sehingga dengan begitu produsen dapat menjual produksi pakaiannya dengan harga tetap namun dengan kuantitas yang lebih banyak. lalu, faktor yang kedua yaitu subsidi. Subsidi yang diberikan pemerintah juga dapat menambah kuantitas barang karena dengan adanya subsidi yang diberikan maka produsen dapat lebih banyak menghasilkan produksinya atau dapat menambah kuantitas dari barang yang dihasilkannya tersebut.
Yang selanjutnya ialah kurva B. Kurva B yang mengalami pergeseran ke kiri dari S ke S' merupakan pergeseran jumlah kuantitas yang menurun. Disini juga ada 2 faktor change in supply yang mempengaruhinya, yaitu harga bahan baku dan pajak. Harga bahan baku yang meningkat  menyulitkan para produsen dalam memproduksi barangnya sehingga untuk mempertahankan konsumennya mereka harus mengurangi kuantitas dari hasil produksinya lalu menjualnya dengan harga yang sama. Begitu juga dengan pajak. Bila pajak yang dikenakan kepada produsen bertambah, maka produsen akan mengurangi hasil produksinya untuk memaksimalkan penjualannya.